Senin, 14 Maret 2011

Nasehat Untuk Para Muslimah (Bagian 4 – Tamat)

Oleh : Syaikh Jamal Al Haritsi Hafizhahullah

Menjaga lisan

Seorang muslimah yang menghendaki pahala di sisi Allah, hendaknya menjaga lisannya dari perbuatan ghibah, mengadu domba, merumpi, banyak bertanya dan juga dari perbuatan mengingkari kebaikan suami. Karena kebanyakan majlis para wanita itu waktunya lebih banyak dihabiskan untuk perkara-perkara ini. Dan seolah-olah itu merupakan garam untuk makanan yang tidak terasa enak suatu majlis kecuali dengannya.

فعن حكيم بن حزام قال خطب النبي صلى اله عليه وسلم النساء ذات يوم فوعظهن وأمرهن بتقوى الله والطاعة لأزواجهن وقال: ( إن منكن من تدخل الجنة) وجمع بين أصابعه (ومنكن حطب جهنم) وفرق بين أصابعه، فقالت: الماردة أو المرادية يا رسول الله! ولِمَ ذلك؟ قال: (تكفُرْن العشير وتُكثرْن اللعن وتسوِّفن الخير)

Dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkhutbah kepada para wanita pada suatu hari. Beliau menasehati mereka dan memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dan mentaati suami mereka. Lalu berkata: “Di antara kalian ini ada yang masuk surga.. (beliau mengeratkan jari jemari tangan beliau), dan di antara kalian ini ada yang menjadi kayu bakar neraka (beliau merenggangkan jari jemarin tangan beliau)”. Salah seorang wanita berkata: “Tentu ia adalah seorang wanita yang durhaka, wahai Rasulullah! Dan mengapa demikian?”. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: “Kalian mengingkari kebaikan suami kalian, sering melaknat dan menunda-nunda kebaikan”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Larangan tasyabbuh

Dan setiap muslimah hendaknya menjauhi perilaku meniru-niru wanita-wanita kafir dan wanita-wanita fasiq. Dalam cara berpakaian, model, dengan menghindari pakaian yang sempit dan terbuka -dari sisi manapun dan dari bagian manapun-, dan yang transparan, pendek, celana panjang, sandal atau sepatu berhak tinggi, dan menjauhi trend mengikuti mode -seperti yang banyak disebut- tertentu, dalam soal pakaian atau potongan rambut.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)

Memperhatikan dalam hal berpakaian

Dan ketika menggambarkan segolongan wanita, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda”

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Imam An Nawawi dalam Syarh-nya atas kitab Shahih Muslim berkata:

“Hadis ini merupakan salah satu mukjizat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Apa yang telah beliau kabarkan kini telah terjadi. Adapun “al kaasiyaat”, maka ia memiliki beberapa sisi pengertian. Pertama, artinya adalah mengenakan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wata’ala namun telanjang dari bersyukur kepada-Nya. Kedua, mengenakan pakaian namun telanjang dari perbuatan baik dan memperhatikan akhirat serta menjaga ketaatan. Ketiga, yang menyingkap sebagian tubuhnya untuk memperlihatkan keindahannya, mereka itulah wanita yang berpakaian namun telanjang. Keempat, yang mengenakan pakaian tipis sehingga menampakkan bagian dalamnya, berpakaian namun telanjang dalam satu makna. Sedangkan “maa`ilaatun mumiilaatun”, maka ada yang mengatakan: menyimpang dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan apa-apa yang seharusnya mereka perbuat, seperti menjaga kemaluan dan sebagainya. “Mumiilaat” artinya mengajarkan perempuan-perempuan yang lain untuk berbuat seperti yang mereka lakukan. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” itu berlenggak-lenggok ketika berjalan, sambil mendoyong-doyongkan pundak. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” adalah yang menyisir rambutnya dengan gaya mendoyong. Yaitu gayanya para pelacur. “Mumiilaat” yaitu yang menyisirkan rambut perempuan lain dengan gaya itu. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” maksudnya cenderung kepada laki-laki. “Mumiilaat” yaitu yang menggoda laki-laki dengan perhiasan yang mereka perlihatkan dan sebagainya. Adapun kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta, maknanya adalah mereka membuat kepala mereka menjadi nampak besar dengan menggunakan kain kerudung atau selempang dan lainnya yang digulung di atas kepala sehingga mirip dengan punuk-punuk unta. Ini adalah penafsiran yang masyhur. Al Maaziri berkata: dan mungkin juga maknanya adalah bahwa mereka itu sangat bernafsu untuk melihat laki-laki dan tidak menundukkan pandangan dan kepala mereka. Sedang Al Qoodhiy memilih penafsiran bahwa “maa`ilaat” itu adalah yang menyisir rambutnya dengan gaya mendoyong. Ia berkata: yaitu dengan memilin rambut dan mengikatnya ke atas kemudian menyatukannya di tengah-tengah kepala sehingga menjadi seperti punuk-punuk unta. Lalu ia berkata: ini menunjukkan bahwa maksud perumpamaan dengan punuk-punuk unta adalah karena tingginya rambut di atas kepala mereka, dengan dikumpulkannya rambut di atas kepala kemudian dipilin sehingga rambut itu berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan kepala. Selesai.

Ibnul ‘Arobiy berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyebut mereka berpakaian karena pakaian yang mereka kenakan. Hanya saja beliau menyebut mereka telanjang karena pakaian yang tipis itu menggambarkan tubuh mereka dan memperlihatkan keindahan mereka dan itu adalah haram”.

Al Qurthubiy berkata: aku katakan: ini adalah salah satu dari dua penafsiran ulama tentang makna ini. Yang kedua adalah bahwa mereka itu adalah perempuan yang mengenakan pakaian namun telanjang dari pakaian takwa yang tentangnya Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ

“Dan pakaian takwa itu adalah lebih baik” (Al A’raaf: 26)

Dan ada sebuah syair berbunyi:

ذا المرء لم يلبس ثياب من التقى تقلب عريانا وإن كان كاسيا

وخير لباس المرء طاعة ربه ولا خير فيمن كان لله عاصيا

“Orang yang tak mengenakan baju ketakwaan
Menjadi telanjang meskipun ia berpakaian
Sebaik-baik baju adalah taat kepada Tuhan
Dan yang membangkang-Nya sedikitpun tak punya kebaikan”

Dan dalam hadis dari Dihyah bin Kholifah al Kalbiy Radhiallahu’anhu, ketika ia diutus kepada Heraclius dan setelah kembali, Rasulullah memberinya kain qobthiyyah (sejenis kain yang transparan) dan berkata: “Kenakanlah baju pada tempat belahan kain ini dan berikanlah istrimu potongan kain untuk ia gunakan sebagai kerudung”. Setelah Dihyah berlalu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata lagi: “Suruhlah istrimu untuk melapisinya dengan sesuatu supaya tidak transparan”. (Diriwayatkan oleh Al Hakim. Ia berkata: ini adalah hadis yang sanadnya shahih namun tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah menyebutkan perkara kain tipis untuk pakaian wanita, maka dia berkata: “Perempuan-perempuan yang berpakaian namun telanjang, yang penuh dengan kesenangan namun menderita”.

Beberapa wanita dari Bani Tamim masuk menemui Aisyah Radhiallahu’anha dengan mengenakan pakaian tipis. Maka Aisyah berkata: “Kalau kalian ini wanita yang beriman, maka yang seperti ini bukanlah pakaian wanita beriman. Tapi kalau kalian bukan wanita beriman, maka nikmatilah pakaian seperti ini”.

Seorang pengantin wanita diantar masuk menemui Aisyah Radhiallahu’anha dengan mengenakan kain tipis yang telah dicelup dengan ‘ushfur (sejenis tanaman yang wangi). Ketika Aisyah melihatnya, beliau berkata: “Perempuan yang mengenakan pakaian seperti ini belum mengimani surat An Nur”.

Penutup

Inilah yang dapat aku sampaikan, dan aku memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa agar Ia menjadikan amalku ini sebagai amal shalih, dan menjadikannya ikhlas untuk-Nya semata, dan semoga dari amal ini, Ia tidak menjadikan sesuatu apapun untuk siapapun bersama-Nya, dan semoga Ia menerimaku bersama orang-orang yang shalih. Amin.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم أجمعين

Ditulis oleh: Abu Furaihan Jamal bin Furaihan Al Haritsi
20/7/1426 H

Tammat

[Dinukil dari risalah Nashaih Syaikh Jamal Al Haritsi lil Akhwatis Salafiyat. Diterjemahkan oleh redaksi http://akhwat.web.id dari tautan: http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=335750]

Sumber : http://sunniy.wordpress.com/2010/04/07/nasehat-untuk-para-muslimah-bagian-4-tamat/

Tidak ada komentar: